Minggu, 15 Januari 2012

MENANTI UNDANG - UNDANG KEPERAWATAN

MENANTI UNDANG - UNDANG KEPERAWATAN

oleh PPNI DINKES KOTA SEMARANG pada 18 Januari 2012 pukul 13:42
Setelah 4 kali masuk Prolegnas  dan kali ketiga Prolegnas Inisiatif DPR RI, sampai hari ini belum ada perkembangan yang pesat untuk Proses Pengundangan  Undang-Undang Keperawatan oleh DPR RI .  Seluruh stake holder Keperawatan sependapat bahwa Undang-Undang Keperawatan Penting untuk mendongkrak Kualitas Pelayanan  Kesehatan di Indonesia, namun kemauan Politik Lembaga Politik DPR dan Pemerintah tampaknya belum menunjukkan Keseriusan dan belum menunjukkan kesatuan kata dan perbuatan dalam mendukung Undang-undang Keperawatan.
Bahkan sebagai hasil Audiensi Mahasiswa Keperawatan seluruh Indonesia dengan DPR RI beberpa pernyataan anggota DPR RI bukan hanya mendukung tapi cenderung merendahkan Perawat dalam sistemn Pelayanan kesehatan.Berbagai Upaya telah dilakukan oleh Perawat melalui PPNI, Institusi Pendidikan dan  Pelayanan serta Pemerhati Perawat bahkan para mahasiswa Keperawatan secara konsisten untuk mendesak berjalannya Proses UU Keperawatan yang telah masuk prolegnas inisiatif DPR.
Memperhatikan Dinamika Perpolitikan  yang berkembang saat ini, serta lambatnya kinerja yang diperlihatkan DPR RI sehingga terkesan menghambat RUU Keperawatan, PPNI berusaha menghimpun Keperawatan seluruh Indonesia untuk menyikapi dan mengambil langkah-langkah Penting dan masif sebagai respon Proses yang Tidak berjalan sesuai harapan. PPNI mengkhawatirkan bila terjadi kehilangan kepercayaan dan kesabaran  kepada DPR RI dan Pemerintah yang, terkesan tidak memperhatikan nasib dan Perlindungan kepada Perawat yang setia melayani masyarakat yang mana Tanaga Kesehatan lainya tidak mau dan mampu melakukannya.
Rapat Kerja Nasional Luar Biasa PPNI adalah mekanisme pengambil keputusan tingkat kedua setelah MUNAS (Kongres)dilaksanakan tanggal 13 Agustus 2011 di Jakarta (Jl. Kimia No. 17 JakPus), dihadiri oleh sleuruh Pengurus Pusat beserta Badan Kelengkapannya serta seluruh Pengurus Propinsi PPNI dan Pengurus Kab/Kota secara terbatas,  dimana hasilnya akan mengikat secara internal PPNI dan anggotanya, dg agenda utama mengambil Keputusan Penting untuk Menyikapi Lambatnya Proses UU keperawatan.

SOAL URGENSI UU KEPERAWATAN :
1. Masalah kebijakan kesehatan di Indonesia terlalu kompleks dan tidak akan efektif tanpa menyertakan perawat
2. Keperawatan sebagai proporsi tenaga keperawatan terbesar, dengan latar belakang pendidikan hingga doktoral di indoneisa tidak memiliki posisi dalam proses pengambilan keputusan strategis akibatnya, pengontrolan kualitas dari mulai pendidikan dan pengawalan mutu pelayanan keperawatan tidak bisa dipertanggungjawabkan atau tidak terstandar
3. Pembiaran mutu pelayanan keperawatan yang rendah sama dengan menelantarkan masyarakat pada paparana penyakit dan berbagai kompliksinya
4. Dengan jumlah out of pocket expenditure untuk kesehatan yang sangat tinggi (73%) maka penelantaran perawat tanpa aturan yang komprehensive berarti memiskinkan rakyat akibat sakit yang mereka derita terlebih lagi, pelayanan kesehatan yang tidak merata di daerah kepulauan dan perbatasan, tanpa pengawalan kewenangan dan mutu keperawatan yang baik dapat memicu timbulnya benih sparatisme
5. Hingga saat ini, tidak ada aturan yang komprehensive yang bisa mengkawal mutu asuhan keperawatan untuk bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Untuk itu, harus dibuat lembaga yang memiliki entitas tinggi yang mengkawal kebijakan, pendidikan, pelatihanm jenjang karir, utilisasi, kontrol mutu dan etika dan pengaturan keperawatan secara utuh.
DI wilaya Asia ,menurut data iternasional haya 2 negara yang belum memiliki UU KEperawatan,yakni Myanmar dan Indonesia ,oleh sebab  itu ,prioritas pelayanan kesehatan masyarakat melalui perawat mesti ada UU-nya.
By. Harmoko,S.Kep.Ns.

Selasa, 10 Januari 2012

Aspek Hukum Kesehatan dan Keperawatan

Aspek Hukum Kesehatan dan Keperawatan

Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 36 tahun 2009). 
 
Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).
 
Hukum kesehatan ini lebih luas dari pada hukum kedokteran atau hukum perawatan.
 
 
 
  • Perlunya Undang-Undang Kesehatan
 
Mengapa perlunya undang-undang kesehatan, hal ini di sebabkan oleh :
ü      Kesehatan-kesejahteraan merupakan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
ü      Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan sumber daya manusia yang merupakan modal pembangunan nasional;
ü      Perlunya penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu; 
ü      Perundang-undangan yang ada tidak sesuai lagi.


 Undang-Undang praktik Keperawatan
 
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Sebelum membahas lebih dalam tentang undang- undang praktik keperawatan mari kita mengulas secara singkat beberapa undang- undang yang ada di indonesia yang berkaitan peraktik keperawatan.
UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.
 
            UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hokum bagi tenaga kesehatan (Jahmono, 1993).
 
 
 
  1. PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.
 
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
 
1)     Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).

2)     Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.

3)      Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

4)     Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
 
  1. Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga

            Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.
Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.

           Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
 
  1. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :
Tujuan utama
·        Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawa
Ø      Tujuan Khusus
 
·        Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
·        Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
·        Menetapkan standar pelayanan keperawatan
·        Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
·        Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
·        Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.

About Me.....

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Praktisi keperawatan di Dinas Kesehatan Kota Semarang,dosen keperawatan,Clinical Instructure,dan saat ini diberi amanah memimpin PPNI KOTA SEMARANG dan Anggota Bidang Hukum Organisasi & Politik PPNI JAWA TENGAH serta sebagai Sekretaris Uji Kompetensi Perawat MTKP Jawa Tengah. Situs ini dibuat agar bisa memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat. Silahkan untuk didownload dengan menyertakan link-nya.