Rabu, 28 Oktober 2009

KONSEP KELUARGA

A. DEFINISI KELUARGA
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan social masyarakat, antara lain :
1. DUVALL & LOGAN (1986)
Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari tiap anggota masyarakat.

2. BAILON & MAGLAYA
Dua orang atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dimana mereka saling berinteraksi, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya

3. UU No. 10 TH.1992
Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anak atau ayah /ibu dan anak yang dibentuk berdasarkan suatu perkawinan yang sah, yang bertujuan menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan hidup spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dengan masyarakat.

4. FAMILY SERVICE AMERICA
Mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan iakatan emosional dan yang mengidentifikasidirinya sebagai bagian dari keluarga.

B. TIPE KELUARGA
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai perkembangan social maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga :
1. TIPE KELUARGA TRADISIONAL
a. NUCLEAR FAMILY
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak (kandung, angkat, adopsi)
b. EXTENDED FAMILY
Keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah missal : kakek, nenek, paman, bibi
c. DYAD FAMILY
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri tanpa anak
d. SINGLE PARENT
Suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung, angkat, adopsi). Kondisi ini disebabkan perceraian atau kematian.
e. SINGLE ADULT
Suatu rumah tangga yang terdiri dariseorang dewasa
f. KELUARGA USILA
Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri yang sudah berusia lanjut.
2. TIPE KELUARGA NON TRADISIONAL
a. COMMUNE FAMILY
Lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah yang hidup serumah
b. HOMOSEXUAL
Dua orang laki-laki / perempuan yang hidup dalam satu rumah tangga
c. COHABITING COUPLE
Laki-laki dan perempuan yang hidup dalam satu rumah tangga tanpa ikatan perkawinan



C. FUNGSI KELUARGA
Menurut Frieadman (1986) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga yaitu :
Fungsi afektif
§ Memberikan perlindungan psikologis
§ Menciptakan rasa aman
§ Mengadakan interaksi
§ Mengenal identitas individu
Fungsi sosialisasi
§ Mengajarkan individu bagaimana berfungsi dan berperan di masyarakat
§ Pemeliharaan sistem nilai
§ Pembentukan norma dan tingkah laku
Fungsi Reproduksi
§ Menjamin kelangsungan generasi dan kelangsungan hidup bermasyarakat
Fungsi Ekonomi
§ Pengadaan sumber dana yang cukup
§ Pengalokasian dan pengaturan keseimbangan dana
Fungsi perawatan Kesehatan
§ Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan
§ Pemenuhan sarana rekreasi
§ Pemberian perawatan kesehatan anggota keluarga
D. DEFINISI KESEHATAN KELUARGA
Kondisi atau proses individu secara keseluruhan berinteraksi dengan lingkungan dan keluarga memegang peranan penting dalam lingkungannya. (Anderson & Tominson, 1992). Kesehatan keluarga juga merupakan status kesehatan individu dalam keluarga (Mc. Ewan, 1992) juga merupakan perubahan dinamis yang bersifat relatif dari kesejahteraan mencakupfaktor biologis, psikologis, spiritual, social dan cultural dalam sistem keluarga. Pendekatan biopsikosos spiritual dipergunakan untuk individu anggota keluarga sebagai unit keluarga (Hanson,1985). Menurut Curran (1983) sifat keluarga sehat adalah :
Ada komunikasi dan didengar
Mendidik dan ada percakapan
Saling memperkuat dan mendukung satu dengan yang lain
Mendidik untuk respek pada orang lain
Mengembangkan rasa siling percaya
Memiliki selera bermain dan humor
Memiliki keseimbangan dalam interaksi antar anggota keluarga
Sharing tentang waktu yang menyenangkan
Memperlihatkan suasana saling tukar tanggung jawab
Menjalankan mana yang baik dan buruk serta benar dan salah
Mengadakan upacara keagamaan dan tradisi
Tukar menukar informasi tentang kepercayaan
Respek pada setiap privasi
Melayani nilai orang lain
Melihat dan memberi bantuan jika ada masalah
E. TUGAS KESEHATAN KELUARGA
Menurut Frieadman (1998) tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat
F. KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA
Keluarga mandiri Tingkat I
§ Menerima petugas kesehatan
§ Menerima pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai rencana
Keluarga mandiri tingkat II
§ Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan dengan benar
§ Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
§ Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
Keluarga mandiri tingkat III
Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
Keluarga mandiri tingkat IV
§ Melaksanakan tindakan promotif secara aktif
G. KELUARGA SEJAHTERA
Defini
Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyrakat dan lingkungan.
Indikator Keluarga Sejahtera
a. Keluarga pra sejahtera
Belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum
b. Keluarga sejahtera I
Sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum : sandang, pangan, papan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar
- Seluruh anggota kleluarga makan 2x / hari
- Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian.
- Bagian terluas dari rumah bukan dari tanah
- Bila anak sakit dibawa ke sarana / petugas kesehatan/ diberi pengobatan modern
c. Keluarga sejahtera II
Selain tujuan keluarga sejahtera I, dapat pula memenuhi kebutuhan social dan psikologis tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan.
- Minimal 1x seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk.
- Seluruh anggota keluarga mendapat minimal 1 stel pakaian baru dalam satu tahun terakhir
- Luas tanah rumah minimal 8 m2/ penghunji rumah
- Seluruh anggota keluarga usia < 60 tahun dapat membaca huruf latin
- Seluruh anak usia 6-12 tahun bersekolah saat ini
- Minimal 1 orang anggota keluarga usia > 15 tahun punya pekerjaan tetap
- Seluruh anggota keluarga 1 bulan terakhir sehat dan dapat melaksanakan fungsi masing-masing
- Anggota keluarga beribadah secara teratur
d. Keluarga sejahtera III
Terpenuhinya tujuan keluarga sejahtera I s.d II, tapi belum aktif dalam menyumbangkan dan giat dalam usaha kemasyarakatan dilingkungan di desanya.
- Anak hidup maksimal 2 orang atau jika lebih dari 2 orang dan keluargha masih PUS saat ini memakai kontrasepsi
- Sebagian penghasilan keluarga disisihkan untuk tabungan
- Kebiasaan makan bersama keluarga minimal 1x / hari
- Keluarga biasa ikut serta kegiatan masyarakat dilingkungan
- Rekreasi bersama diluar rumah minimal 1x / 3 bulan
- Berita dapat diperoleh dari surat kabar/ majalah/ media elektronik
- Anggota keluarga mampu memanfaatkan sarana transportasi yang sesuai dengan daerahnya
-
e. Keluarga sejahtera III plus
Terpenuhinya tujuan keluarga sejahtera I – III dan teratur ikut menyumbang dalam kegiatan social dan aktif mengikuti gerakan tersebut.
- Anggota keluarga/ keluarga secara teratur memberi sumbangan bagi kegiatan social masyarakat dalam bentuk materi.
- Kepala keluarga / anggota keluarga aktif sebagai pengurus organisasi yayasan atau institusi masyarakat lain.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan kesehatan Indonesia mempunyai visi yaitu sehat 2010 yang merupakan suatu proyeksi tentang keadaan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2010 yang akan datang yang ditandai oleh mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, meliputi kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta berada dalam derajat kesehatan yang optimal. Perawatan kesehatan keluarga adalah perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga di sekitarnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam memberikan asuhan keperawatan kegiatan yang ditekankan adalah upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya-upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif. (Effendy. N, 1998)
Menurut penelitian epidemiologis yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan DM tipe-2 berkisar antara 1,4-1,6%. Berdasarkan atas kekerapan DM sebesar 1,5 %, maka diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4 juta dan tahun 2020 diprediksikan sebesar 6,5 juta.
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi sangat potensial untuk dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengelolaan DM. Pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Diabetes Melitus juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, oleh karena itu berhasil tidaknya pengelolaan DM sangat tergantung dari pasien itu sendiri, dalam mengubah perilakunya, sehingga pasien dapat mengendalikan kondisi penyakitnya dengan menjaga agar kadar glukosa darahnya dapat tetap terkendali.
Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%. Penelitian tingkat kepatuhan pasien DM terhadap pengelolaan DM, didapati 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian DM sehingga mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. (Jazilah, 2003)

B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah komprehensif antara lain :
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan menggunakan proses keperawatan, bagi keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan keluarga sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus, mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam perawatan kesehatan.
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yang dialami salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit Diabetes Melitus.
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarganya yang menderita Diabetes Melitus.
e. Dapat memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung peningkatan kesehatan.
f. Dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk meningkatkan kesehatan.

C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II : Konsep Dasar
a. Konsep Penyakit
Terdiri dari pengertian, etiologi, gambaran klinis, pathofisiologi, pathway, komplikasi dan penatalaksanaan.
b. Konsep Keperawatan Keluarga
Terdiri dari pengkajian, dan fokus intervensi dari penyakit Diabetes Melitus.
BAB III : Resume Kasus
Meliputi tentang pengkajian identitas, riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, pola fungsional, data penunjang, analisa data, skoring, prioritas masalah, perencanaan tindakan, implementasi dan evaluasi yang disajikan dalam catatan perkembangan.
BAB IV : Pembahasan
Meliputi problem solving dengan argumentasi ilmiah atau logis dari permasalahan ilmiah yang timbul dalam tinjauan kasus yang tidak sesuai dengan konsep dasar.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Meliputi kesimpulan dan usulan yang sifatnya lebih operasional atau rekomendasi. Rekomendasi ditujukan pada institusi, organisasi profesi atau anggota profesi.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
(Mansjoer, 1999)

2. Etiologi
a.. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM).
- Kerusakan sel beta pankreas.
- Infeksi virus.
- Autoimun.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
- Obesitas / kegemukan
- Penurunan sensitifitas reseptor insulin.
- Respon autoimun terhadap insulin.
( Mansjoer, 1999;Soegondo, 2002 )

3. Tanda Dan Gejala
a.. Polidipsi atau rasa haus yang berlebihan.
b. Poliuri atau sering kencing dengan jumlah yang banyak.
c. Poliphagi atau lapar yang bertambah.
d. Berat badan turun.
e. Badan lemah.
f. Luka yang sulit sembuh.
(Soegondo, 2002)

4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus yaitu :
a. Type I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia kurang dari 30 tahun
2) Rata-rata badan kurus
3) Tergantung insulin seumur hidup
b. Type II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia lebih dari 30 tahun
2) 80 % mempunyai badan gemuk
c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)
(Mansjoer, 1999)


5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang melebihi normal atau melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel–sel hati dan sel–sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemi, jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolik terjadi menimbulkan hiperglikemi:
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b. Gligogenisis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa “hati” di curahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan melebihi banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin. Jika tidak terdapat glukosa sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki dan mengkatabolisme protein dimana asam amino yang dihasilkan digunakan substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Kelemahan, penurunan berat badan dan hilangnya kekuatan dapat terjadi. Defisiensi insulin juga dapat meningkatkan metabolisme lemak (peningkatan lipolisis).
Hiperglikemi meningkatkan osmolalitas darah, peningkatan osmolalitas darah dan peningkatan konsentrasi glukosa darah akan menimbulkan dehidrasi dengan melalui dua mekanisme:
a. Glikosuria dan diurisis asmotik terjadi jika glukosa darah melebihi ambang ginjal sehingga dapat terjadi kehilangan kalori, air dan elektrolit dalam jumlah besar.
b. Perpindahan cairan dari ruang interseluler ke ruang ekstraseluler yang memiliki konsentrasi lebih tinggi, mengakibatkan defisit cairan intraseluler.
Hiperglikemi juga dapat meningkatkan metabolisme dengan cara melepaskan enzim aldose reduktase, dimana enzim aldose reduktase mengatur perubahan atau bentuk lain glukosa menjadi sorbitol dan kemudian di metabolisme secara lambat menjadi fruktosa. Diurisis asmotik menimbulkan peningkatan volume urin (poliuria) dan rasa harus terstimulasi sehingga pasien akan minum air dalam jumlah besar atau banyak (polidipsi), karena adanya kehilangan kalori dan starvasi seluler, maka selera makan menjadi meningkat dan orang akan sering makan (polifagia). Jika disertai kelemahan dan penurunan berat badan “tiga P” merupakan tanda–tanda klasik dari hiperglikami. (Long, 1996)

6. Komplikasi
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Bila kadar insulin sangat menurun pasien mengalami hiperglikemi dan glukosia berat, penurunan lipogenesis, peningkatan liposis dan peningkatan aksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton, peningkatan benda keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ketosis, peningkatan beban ion hydrogen dan asiodasis metabolik. Glukosuria dan ketonuria mengakibatkan diuresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat mengalami syok.
2) Hipoglikemi
Merupakan komplikasi terapi insulin. Penderita mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak dari yang dibutuhkan.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
Melibatkan pembuluh-pembuluh kecil – microangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar – makroangiopati. Microangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumerulus ginjal (nefropati diabetik), dan syaraf-syarat perifer (neuropatik diabetik). Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteoila retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi jika hilangnya fungsi netron terus berkelanjutan pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Makroangiopati mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteria-arteria perifer mengakibatkan insufiensi vaskuler perifer yang disertai kladikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika terkena arteri koronaria dan aorta mengakibatkan angina dan infark miokardium. (Price, 1995)

7. Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%), jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
Cara menghitung kalori pada pasien
1) Tentukan dulu berat badan ideal
BB ideal = TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya kurang dari 160 atau perempuan yang tingginya < 150 cm berlaku rumus :
BB ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
2) Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan dengan cara mengalihakn berat badan ideal dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita.
Suatu pegangan kasar dibuat sebagai berikut :
a) Pasien kurus : 2.300 – 2.500 kkal
b) Pasien normal : 1.700 – 2.100 kkal
c) Pasien gemuk : 1.300 – 1.500 kkal
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama lebih kurang 0,5 jam latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda.
c. Obat hipoglikemik
Diberikan jika telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur kadar glukosa darahnya masih belum baik.
(Mansjoer, 1999)
8. Pathway
DM TIPE I
Kerusakan pankreas
- Infeksi
- Autoimun
DM TIPE II
- Obesitas
- Penurunan sensitifitas reseptor insulin
- Respon autoimun terhadap insulin
Insufisiensi insulin absolut /relatif
Katabolisme
protein
Insufisiensi
Pengunaan glukosa
Glukogenolosis meningkat
Peningkatan
lipolisis
Peningkatan
BUN
Pelepasan K dari ICS
Glukoneo-
genesis
Gangguan
keseimbangan elektrolit
Hiperglikemi
Perubahan metabolik dan bentuk lain glukosa (Sorbitol, fruktosa)
Penebalan pada arteri renalis, koronalis dan mielin
Suplay darah dan O2 jaringan kurang (hipoksia)
Diurisis asmotik
Poliuri
Defisiensi cairan
Peningkatan rangsang haus di ssp
Polidipsi
Penurunan nutrisi tingkat sel
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Peningkatan rangsang ssp untuk makan
Poliphagi
Kerusakan pembuluh darah pada ginjal
Gagal ginjal
Penurunan kontraktilitas
miokard
Kompensasi jantung (Hipertropi ventrikel)
Berlangsung lama
Gagal jantung
Perubahan kondisi syaraf
Gangguan
sensori perseptual
Resiko cidera
Kelemahan ketidakberdayaan
Intoleransi
aktivitas
Penurunan
sistem imun
Resiko infeksi
(Barbara. C. Long, 1996)
Peningkatan aksidasi lemak
Peningkatan
benda keton
Peningkatan
Asam laktat
Ketonuria
Asidosis
Dehidrasi
Hemokonsentrasi
Hipoksia
jaringan
Gangguan
perfusi jaringan
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Format pengkajian yang diaplikasikan ke kasus masalah keperawatan yang muncul adalah :
a. Data Umum
Yang perlu dikaji adalah jenis kelamin, umur, pendidikan. Pada pengkajian pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam pengelolaan diabetes dan pandangan pasien mengenai perawatan sendiri diabetes (Long, 1996). Pada pengkajian umur diketahui bahwa faktor usia berpengaruh pada diabetes melitus dan usia dewasa tua (> 40 tahun) adalah resiko tinggi untuk DM (Syaifoellah N, 1996).
b. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya diabetes melitus. Dan diketahui bahwa diabetes melitus adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik. (Price, 1995)
c. Status Sosial
Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari pendapatan kepala keluarga maupun dari anggota keluarga lainnya dan juga kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga (Rekawati, 2000). Pada pengkajian status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.
d. Riwayat Keluarga Inti
Yang perlu dikaji mengenai riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dan apakah dari anggota keluarga tersebut ada yang mempunyai penyakit keturunan. Karena sebagaimana telah diketahui bahwa diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
e. Karakteristik Lingkungan
Yang pelu dikaji dari karakteristik lingkungan adalah karakteristik rumah, tetangga dan komunitas, geografis keluarga, sistem pendukung keluarga dimana karakteristik rumah dan penataan lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh.
f. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda gangguankesehatan selanjutnya.
2) Fungsi Keperawatan
a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan ejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan tindakan keperawatan, karena diabetes melitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga perlu tahu bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada diabetes melitus.
b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga mengambil keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes melitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung kesembuhan.
c) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes melitus.
d) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien diabetes melitus.
e) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan seseorang.
4) Fungsi Reproduksi
Pada penderita diabetes militus perlu dikaji riwayat kehamilannya untuk mengetahui adanya tanda-tanda diabetes melitus gestasional, karena diabetes gestasional terjadi pada saat kehamilan.
5) Fungsi Ekonomi
Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi orang segan untuk mencari pertolongan dokter ataupun petugas kesehatan lainnya. (Friedman, 1998 )

2. Fokus Intervensi
a. Hiperglikemi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gula darah kembali normal

Intervensi :
1) Cek gula darah secara teratur.
2) Pantau tanda dan gejala diabetik ketoasidosis.
3) Pantau status neurologis.
4) Jangan izinkan klien yang sedang pulih untuk minum dalam jumlah besar, berikan es batu untuk mengurangi haus.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari
2) Tentukan program diet dan pola makan teratur
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi
4) Observasi tanda-tanda hipoglikemi
5) Lakukan pemeriksaan gula darah

c. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2) Pertahankan teknik aseptik.
3) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
4) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
5) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.

d. Resiko cidera
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi.
Intervensi :
1) Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
2) Kurangi situasi-situasi yang berbahaya.
3) Memodifikasi lingkungan yang aman terhadap cidera.

e. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dan keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatannya.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta para perawatan penyakitnya.
2) Diskusikan tentang rencana diet.
3) Memilih strategi belajar misalnya demontrasi, keahlian dan pasien mendemonstrasikan ulang.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah rutin.
5) Buat jadwal latihan yang teratur.
(Corpenito, 1998; Doengoes, 1999; Friedman, 1998)
BAB III
RESUME KASUS

A. Pengkjian Keluarga
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga : Tn. S
b. Usia : 54 tahun
c. Pendidikan : SPG
d. Pekerjaan : Guru SD
e. Alamat : Kraguman, Kraguman, Jogonalan
f. Komposisi keluarga
No
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Hubungan dengan KK
Pendidikan
Keterangan
1.
Ny. W
43 th
Perempuan
Istri
SD
Hidup
2.
An. W
22 th
Laki-laki
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
3.
An R
20 th
Perempuan
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
4.
An. S
16 th
Laki-laki
Anak
SMA
Hidup

Ny. W
43 th
Tn. S
54 th
An. W
22 th
An. R
20 th
An. S
16 th
Stroke
DM
Liver
Hipertensi
DMg. Genogram





Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Identifikasi kasus
: Menikah : Tinggal serumah

2. Data Fokus
a. Riwayat Keluarga Inti
Tn. S mulai merasakan gejala-gejala kalau dia sakit kurang lebih 4 tahun yang lalu, setelah dibawa periksa ke dokter Tn. S dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula, sejak saat itu Tn. S mengurangi konsumsi gula, tapi setelah merasa enak Tn. S tidak lagi memperhatikan dietnya. Tn. S dalam melakukan cek gula darah juga tidak rutin, kadang satu bulan sekali kadang 3 bulan sekali. Tn. S juga rutin minum obat glukodek tapi sekarang sudah jarang meminumnya, hanya kalau cek gula darah dan kadar gula darahnya tinggi Tn. S baru minum obat dan mengurangi konsumsi gula. sekarang ini Tn. S tidak merasakan apa-apa, karena Tn. S tidak begitu memikirkan penyakitnya dengan serius. Tn. S juga tidak mengetahui tentang diet yang bernar pada penderita diabetes melitus.

b. Fungsi Keperawatan Kesehatan
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
Keluarga Tn. S mengetahui kalau Tn.S menderita diabetes melitus sekitar 4 tahun yang lalu. Tapi belum mengetahui secara pasti penyakit diabetes militus, baik tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan serta diit yang benar pada Diabetes Militus.
2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Keluarga mengetahui kalau penyakit Diabetes Militus adalah penyakit yang memerlukan penanganan khusus seperti pada pola makannya, tapi keluarga tidak tau secara pasti tentang diit pada Diabetes Militus. Jadi keluarga hanya mengurangi konsumsi gula Tn. S.
Masalah kesehatan Tn. S juga dirasakan oleh keluarga dan mereka berusaha untuk membantu Tn. S dalam menjaga kondisi (menyiapkan menu makan), keluarga juga selalu mengingatkan agar Tn. S selalu mematuhi diit. Keluarga juga merasa khawatir terhadap akibat yang mungkin bisa ditimbulkan oleh penyakit tersebut, tapi itupun juga tidak dianggap sangat serius, karena nanti malah akan membuat pusing. Keluarga beranggapan kalau ada anggota keluarga yang sakit seperti Tn. S itu harus segera diperiksakan ke Puskesmas atau rumah sakit.
3). Kemampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
Keluarga hanya tahu kalau Tn. S harus melakukan cek gula darah rutin, serta melakukan diet, tapi Tn. S tidak melakukan diet dengan benar hanya mengurangi konsumsi gula serta minum obat glukodek. Keluarga ingin Tn. S cepat sembuh, keluarga memeriksakan gula darah Tn. S di rumah sakit Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dalam melakukan cek gula darah tidak rutin, kadang sebulan sekali kadang tiga bulan sekali. Bila tau kadar gula darahnya tinggi Tn.S baru mau mengurangi konsumsi gula tapi hanya sedikit. Keluarga belum tau cara perawatan Diabetes Militus dengan benar, khususnya tentang dietnya.


4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat.
Keluarga Tn. S sangat senang dengan kebersihan. Keluarga beranggapan kalau bersih itu sehat. Keluarga juga mengatakan kalau penyakit Diabetes Militus dapat di cegah dengan mengurangi konsumsi gula. Lingkungan rumah keluarga Tn. S terlihat bersih serta penataan perabot rumah tangganya tertata dengan rapi. Tidak ada benda–benda berbahaya yang dapat menimbulkan luka. Jadi semua sudah di tata dengan baik.
5). Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Keluarga Tn. S sudah tau kalau ada anggota keluarga yang sakit harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Keluarga Tn. S percaya pada petugas kesehatan karena dapat membantu menyembuhkan penyakit yang diderita Tn. S. Keluarga juga beranggapan kalau fasilitas kesehatan yang ada sangat membantu dan bermanfaat bagi keluarga Tn. S serta masyarakat sekitar.

c. Stresor jangka pendek
Keluarga Tn. S memikirkan bagaimana cara tercepat untuk menurunkan kadar gula darah Tn. S, tapi itu juga tidak begitu dipikirkan oleh keluarga, karena keluarga juga memikirkan anaknya nanti mau kerja di mana kalau sudah lulus kuliah.

d. Stresor jangka panjang
Keluarga memikirkan kalau sewaktu-waktu gula darah Tn. S meningkat, apa yang harus dilakukan. Keluarga juga memikirkan sakit yang diderita Tn. S yang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Tapi keluarga menganggap semua itu tidak harus dipikir secara serius tetapi tetap berharap untuk sembuh.

e. Pemeriksan fisik
Nama Tn. S, umur 45 tahun, tinggi badan 152 Cm, berat badan 53 kg, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 X/mnt, suhu 366 °C, respirasi 20 X/mnt.

Kepala :
Bentuk normal, rambut hitam dan bersih.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pandangan agak kabur.
Hidung : Bersih tidak ada sekret.
Telinga : Bersih tidak ada serumen, pendengaran baik.
Mulut : Mukosa lembab, gigi sudah ada yang tanggal, lidah bersih.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan tidak ada peningkatan JVP
Dada :
Paru : Inspeksi : tidak terlihat retraksi dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung : Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 murni.
Abdomen : Inspeksi : tidak ada pembesaran.
Auskultasi: peristaltik 16 kali per menit.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
Ekstrimitas : ekstremitas atas dan bawah tidak ada keluhan, tidak ada oedem tidak ada luka, kekuatan otot penuh, kulit baik.

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
(Total Skore 4½).
2. Resiko Hiperglikemi pada Tn. S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. (Total Skore : 3 5/6).
3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor resiko yang dapat menyebabkan cidera. (Total Skore : 2 ½ ).

C. Intervensi
Intervensi pada tanggal 12 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan keluarga mengerti dan memahami tentang Diabetes Militus.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya).
c. Intervensi :
1) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan tentang Diabetes Militus sebatas yang diketahui saat ini.
2) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.
3) Beri penyuluhan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya.
4) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.

2. Resiko hiperglikemi pada Tn.S dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan hiperglikemi tidak terjadi.
b. Tujuan khusus :
1) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mampu mengenal pengertian hiperglikemi, pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi Diabetes Militus.
3) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat melakukan perawatan dan menyebutkan makanan apa saja yang dibatasi, dianjurkan dan yang tidak boleh diberikan pada Diabetes Militus.
4) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memodifikasi lingkungan psikis.
5) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
Intervensi :
1) Beri penjalasan tentang pengertian hiperglikemi, cara pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.
3) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan pada Diabetes Militus.
4) Jelaskan tentang cara merawat Diabetes Militus.
5) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan.
6) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.

3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit tidak terjadi cidera.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengenal faktor resiko cidera serta akibat dari cidera.
c. Intervensi :
1) Beri penjelasan tentang faktor–faktor penyebab cidera.
2) Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah di berikan.
3) Beri penjelasan tentang akibat dari cidera.
4) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan terhadap cidera.

D. Implementasi
Implementasi pada tanggal 13 Juli 2004
Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam : 10.15 WIB memberikan penyuluhan tentang pengertian Diabetes Militus, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan. Memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam : 10.10 WIB memberikan penyuluhan tentang diit Diabetes Militus yang meliputi tujuan diit, makanan yang dianjurkan, dibatasi dan tidak boleh diberikan serta contoh menu pada Diabetes Militus, memberi kesempatan pada keluarga untuk bertanya, dan memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB mendiskusikan dengan keluarga tentang faktor–faktor yang dapat menyebabkan cidera, mendiskusikan tentang akibat dari cidera, mendiskusikan cara yang tepat untuk menghindari cidera dan memberi reiforcement atas jawaban yang diberikan.

E. Evalusi
Evalusi tanggal 13 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya)
O : Keluarga bisa menyebutkan pengertian, tanda dan gejala serta perawatan Diabetes Militus.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mancari informasi lebih lanjut tentang Diabetes Militus ke pusat pelayanan kesehatan (puskesmas).

2. Resiko Hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah tau tentang diit pada Diabetes Militus.
O : Keluarga mampu menyebutkan cara pengaturan makan dengan memperhatikan makanan apa saja yang boleh di makan, makanan yang dibatasi, makanan yang tidak boleh dimakan, serta contoh menu makanan dengan ukuran rumah tangga.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mengganti menu makanan selama 2 minggu sekali dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan contoh menu makanan yang baru.

3. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB
S : Keluarga mengatakan mau memutuskan cara untuk menghindari cidera.
O : Keluarga bisa menyebutkan cara menghindari cidera.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mencari cara yang baru dalam menghindari terjadinya cidera dengan bertanya kepada petugas kesehatan terdekat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELURGA DENGAN BALITA DAN
ANAK PRA SEKOLAH

FENOMENA PADA KELUARGA YANG SEDANG MENGASUH ANAK
l Perasaan cemas dan bahagia
l Perselisihan adanya perubahan peran
l Keseimbangan keluarga berubah karena munculnya orang baru
l Penyesuaian diri yang sulit menjadi orang tua

MASALAH YANG LAZIM TERJADI
l Suami merasa diabaikan
l Terdapat peningkatan perselisihan suami istri
l Interupasi dalam jadwal yang kontinu
l Kehidupan seksual dan sosial terganggu

TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA
l Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
l Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
l Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
l Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orang tua dan kakek-nenek

MEMBENTUK KELUARGA MUDA SEBAGAI SEBUAH UNIT YANG MANTAP
l Menyesuaikan terhadap perubahan –perubahan radikal
l Membedakan fungsi-fungsi suami istri sesuai tuntutan perawatan dan asuhan
l Penerimaan peran-peran tradisional dan pembagian tugas
l Peningkatan peran tangguang jawab ayah terhadap bayi

REKONSILIASI TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
l Mempelajari isyarat-isyarat bayi
l Menerima pertumbuhan dan perkembangan (anak bermain, toilet training)
l Orangtua memahami tugas pertumbuhan dan perkembangan secara tepat


MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN PERKAWINAN YANG MEMUASKAN
l Komunikasi dan interaksi perkawinan menurun
l Kesulitan – kesulitan seksual karena
– Keletihan ,
– Penurunan daya tarik seksual
– Ayah tersingkirkan oleh bayi
àPembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan (pribadi, perkawinan)

MEMPERLUAS PERSAHABATAN DENGAN KELUARGA BESAR
l Pembentukan peran baru berkenaan dengan kakek dan nenek
l Penyesuaian hubungan dengan kelurga besar atau teman
l Mencari waktu yang tepat untuk mendapat dukungan sosial

PENGKAJIAN
l Peran sebagai orang tua
l Interaksi orang tua dan bayi
l Respons bayi
l Sikap orang tua sendiri
l Komunikasi
l Stimulus pada bayi

Energi yang Buat Bayi
Tuntutan dan Tekanan yang Bertentangan
Konflik yang menyiksa
Hubungan keluarga yang kokoh



















MASALAH-MASALAH KESEHATAN PADA PROSES MENJADI ORANGTUA
l Pendidikan
l Perawatan bayi yang baik
l Pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik
l Imunisasi
l Konseling perkembangan anak
l Keluarga berencana
l Peningkatan kesehatan umum

Masalah Kesehatan Lain
l Fasilitas perawatan anak untuk ibu bekerja
l Hubungan orang tua anak
l Masalah pengasuhan anak
l Masalah transisi menjadi orang tua

KELUARGA DENGAN ANAK PRA SEKOLAH
l Anak pertama usia 2, tahun -5 tahun
l Anggota keluarga bertambah
l Waktu orang tua habis untuk bekerja
l Anak mulai belajar mandiri
l Anak harus mencapai otonomi
l Kepuasaan hubungan seksual rendah karena pembicaraan berkisar pada anak

TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA PRA SEKOLAH
l Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan
l Mensosialisasikan anak
l Mengintegrasikan anak baru tanpa mengabaikan anak yang lain
l Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga

MEMENUHI KEBUTUHAN ANGGOTA KELUARGA
l Perlu tempat eksplorasi dunia
l Perlunya privasi bagi orang tua
l Peralatan dan fasilitas yang melindungi anak
l Keterlibatan yang besar untuk perawatan anak
l Anak belajar bertanggung jawab
l Anak belajar membantu orang tua
MENSOSIALISASIKAN ANAK
l Mengembangkan sikap diri atau konsep diri pada anak
l Belajar mengekspresikan diri dalam bentuk menangkap bahasa

MENGINTEGRASIKAN ANAK BARU
l Merupakan kejadian traumatik pada kakak
l Persaingan kakak- beradik ( sibling rivalry)

Cara mengatasi
l Berhubungan lebih banyak dengan anak yang lebih tua
l Belajar berpisah dengan anak

MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN YANG SEHAT DALAM KELUARGA
l Interaksi suami istri lebih banyak berkaitan dengan tugas
l Pembicaraan pribadi lebih sedikit
l Rendahnya kepuasan hubungan seksual
à Orang tua mencari rekreasi ke luar rumah untuk mengawetkan muda

PENGKAJIAN
l Keamanan rumah yang beresiko terjadi kecelakaan
l Riwayat penyakit keluarga
l Peran anak dan orang tua
l Pertumbuhan dan perkembangan keluarga


MASALAH KESEHATAN
l Anak menjadi rentan terhadap penyakit
– V irus/ bakteri
– Kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan laserasi)
l Masalah psikososial keluarga
l Persaingan antara adik –kakak
l Keluraga berencana
l kebutuhan tumbuh kembang
l Masalah pengasuhan: menelantarkan, penganiayaan dan masalah komunikasi

INTERVENSI
l Penyuluhan kesehatan tentang resiko dan cara mencegah penyakit atau kecelakaan
l Pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang:
– Merokok dan obat-obatan
– Seksualitas,
– Keselamatan ,
– Diet dan olah raga
– Penanganan stres

TUJUAN UTAMA PERAWAT KELUARGA PADA KELUARGA PRA SEKOLAH
MEMBANTU MEREKA MEMBENTUK GAYA HIDUP YANG SEHAT DAN MEMFASILITASI PERUBAHAN FISIK, INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SOSIAL SECARA OPTIMAL (WILLSON, 1988)
INTERVENSi KEPERAWATAN KELUARGA
Tahap intervensi ini diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang; klien (individu atau keluarga), perawat, dan anggota tim pera­watan kesehatan yang lain, keluarga luas, dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial kelu­arga,
Mengikuti pengkajian terhadap keluarga dan diskusi bersama terhadap keprihatinan-keprihatinan dan masalah-masalah keluarga, perawat kelu­arga dan keluarga perlu memutuskan apakah inter­vensi keluarga diusulkan. Kriteria untuk membuat keputusan tennasuk keinginan dan motivasi kelu­arga dalam menerima bantuan dan mencoba memecahkan masalah-masalahnya, dan tingkat berfungsinya keluarga, tingkat keterampilan keluarga itu sendiri, serta sumber-sumber yang tersedia (Wrightdan Leahey, 1984).
Di samping rutinitas perawatan yang bersifat preventif dan promosio-nal. Wright dan Leahey menyarankan bahwa normalnya keluarga memerlukan bantuan dalam situasi sebagai berikut:
1. Sebuah keluarga menjadi penyebab suatu masalah di mana hubungan di antara para ang-gota keluarga terganggu,
2. Seorang anggota keluarga menjadi penye­bab suatu penyakit yang mempunyai pengaruh buruk terhadap anggota keluarga yang lain.
3. Anggota keluarga memperbesar gejala-gejala atau masalah seorang individu.
4. Kemajuan kesehatan seseorang anggota kelu-arga menimbulkan gejala atau kemerosotan pada seorang anggota keluarga yang lain.
Selarna pelaksanaan intervensi-intervensi perawatan, data-data baru secara terns menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respons-respons dari klien, perubahan-perubahan situasi, dll.) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keluarga dan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.

TINGKATAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Ada bermacam-macam tingKat intervensi pera­watan keluarga dalam hubungannya dengan kompleksitas intervensi itu sendiri. Wright dan Leahey (1984) membaginya menjadi dua tingkatan inter­vensi—intervensi permulaan dan intervensi yang telah maju. Pada praktik perawatan keluarga ting­kat dasar, intervensi bersifat suportifdan mendidik (edukatif), dan langsung ke arah sasaran. Sedang-kan pada tingkat yang telah maju, intervensi meliputi sejumlah intervensi terapi keluarga yang ber­sifat psikososial dan tidak langsung.

TIPOLOGI INTERVENSI KEPERAWATAN
Klasifikasi Freeman's.
Freeman (1970), dalam naskah keperawatan kesehatan klasik, mengkla-sifikasi intervensi sebagai berikut:
1. Suplemental. Di sini perawat berlaku seba­gai pemberi pelayanan perawatan langsung dengan mengintervensi bidang-bidang yang keluarga tidak bisa melakukannya.
2. Fasilitatif. Dalam hal ini perawat keluarga menyingkirkan halailgan-halangan terhadap pelayanan-pelayanan yang diperlukan, seper-ti pelayanan medis, kesejateraan sosial, trans-portasi dan pelayanan kesehatan di rumah.
3. Perkembaiigan. Tujuan-tujuan perawatan di-arahkan pada perbaikan kapasitas penerima perawatan agar dapat bertmdak atas nama dirinya (mempromosikan kelompok keluarga dalam hal perawatan din dan tanggungjawab pribadi). Membantu kelu.arga memanfaatkan sumber-sumber perawatan kesehatan pribadi seperti sistem dukungan sosial internal mau-pun, eksternal dalam satu intervensi sernacam itu (Milardo, 1988),
Klasifikabi Menurut Wright Dan Leahey
Wright dan Leahey (1984) membicarakan secara mendalam proses implementasi intervensi perawatan keluarga yang diarahkan secara pro-fesional. Mereka menggolongkan intervensi keluarga dalam tiga tingkatan fungsi keluarga:
a. Kognitif.
b. Afektif
c. Perilaku

Intervensi yang Ditujukan pada Perubahan Perilaku Keluarga
Ketika para perawat bckerja dengan keluarga, intervensi pun diarahkan untuk membantu ang-gota keluarga mengubah perilaku mereka, dengan tujuan akhirnya untuk memperkokoh fungsi keluarga atau tingkat kesejahteraan yang tinggi. Untuk perawat yang bekerja dengan keluarga da­lam jangka waktu yang lama, haros diingat bahwa pembahan dalam keluarga akan membuahkan hasil "setelah beberapa waktu, lewat serentetan gerakan intenvensif, masing-masing menjadi lebih besar daripada informasi yang diperoleh. dan sebagian dilakukan lewat observasi hasil mter-vensi-intervensi sebelumnya" (Hartman dan Laird, 1983. hal 306).
Konsep-konsep pembahan bersifat sangat niembantii meniikirkan cara-cara menolong kelu­arga agar bembah. Wright dan Leahey (984) me-wamai sejumlah konsep pembahan yang mereka anggap penting dalam membantu mereka bekerja sama dengan keluarga-keluarga yang bermasalah:
- Perubahan tergantung kepada konteks.
- Perubahan tergantung kepada persepsi (dari klien) terhadap masalah.
- Perubahan tergantung kepada tujuan-tujuan yang realistis.
- Pemahaman itu sendiri tidak menyebabkan perobahan.e
- Perubahan tidak periu terjadi secara merata pada semua anggota keluarga.
- Perubahan dapat saja memiliki banyak sekali penyebab.

INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA KHUSUS
Banyak sekali intervensi keperawatan keluarga yang ada, yang dapat digunakan dalam bekerja dengan keluarga. Intervensi mana yang dipilih dan seringkali menjadi hasil dari model teoritis yang digunakan oleh perawat keluarga dalam perawat-an keluarga tertentu, dan dibuat pula diagnosa keperawatan keluarga serta pemmusan tujuan-tu-juannya. Misalnya bimbingan antisipasi (sema-cam strategi pengajaran) ditekankan dalam per-kembangan model'(model perkembangan) sedangkan strategi intervensi krisis serir&g diguna-kan jika suatu model keluarga stres dan model koping dsgunakan dalam praktik. .
Malahan strategi-strategi intervensi khusus yang digunakan oleh profesional perawatan kese-hatan bersama keluarga mungkin tergantung kepada tingleat berfungsinya keluarga. Leavitt (1982) mengklasifikasikan keluarga dalam tipe-tipe yang sangat fusigsional, agak disfungsional, sangat disfungsional, akut dan sangat disfungsio­nal, dan kronis. Intervensi perawatan beraneka macam, tergantung kepada tingkat fungsionalitas keluarga. Misalnya, dengan keluarga yang sangac fungsional, tindakan-tindakan perawatan keluarga semata-mata bersifat promotif dan preventif (pengajaran dan penyediaan informasi). Berbeda dengan tipe-tipe keluarga yang sangat disfimg-sional dan akut, terapeutik jangka pendek dan panjang, dan tindakan-tindakan yang suportifdais" promotif (Leavitt, 1982).
Intervensi - intervensi yang diimplementasikan, tergantung kepada keluarga, karena keluarga me-rupakan partisipan aktifdalam penyusunan tujuan dan seleksi intervensi. Dalam hal tertentu, stra-tegi edukatif (pengajaran) dan suportif meropa-kan inti dari strategi intervensi tanpa memandang semua faktor yang terlibat.
Dalam setiap yang bab yang berbicara tentang pengkajian dan intervensi, juga diidentifikasikan intervensi-intervensi tertentu yang ditekankan pa-da bidang-bidang tertentu..

Intervensi Keperawatan Keluarga
- Modifikasi Perilaku
- Pembuatan Kontrak
- manajemen / koordinasi kasus
- strategi – strategi kolaboratif
- konseling termasuk dukungan, penilaian kognitif dan membuat kembali kerangka.
- memberi kuasa kepada keluarga lewat partisipasi aktif.
- modifikasi lingkungan
- advokasi keluarga
- intervensi krisis keluarga
- membuat jaringan kerja termasuk penilaian kelompok bantuan diri dan dukungan sosial
- model peran


RINTANGAN TERHADAP PENGIMPLEMENTASIAN INTERVENSI

Apatis dan Perbedaan Nilai.
Dalam melaporkan karya dengan keluarga-keluarga misJkin dan yang berbeda-beda secara budaya dalam komuinitas. Dyer (1973) menyebutkan dua masalah terkait yang mana mempertentangkan perawat kelu-j arga—yaitu apatis dan ketidaktegasan keluarga. Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini tidak harus diakui sebagai sebuah masalah utama, tapi yang lebih penting, harus diinterpretasikan menurut artinya yang tepat.
Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini adalah apatis. Manifestasi perilaku dari apatis sangat nampak. Ketika perawat menemukan ma-salah-masalah kesehatan yang ia rasakan sangat mempengaruhi keluarga dan mendiskusikan ma-salah-masalah ini dan rekomendasi-rekomendasi, keluarga memberikan rekomendasari dengan sikap "so what" (mengaipa hal tersebut sangat pen-ting?, mengapa saya harus perhatikan) dan tidak memberikan landa-tanda untuk melakukan tindak-an atau tanda-tanda keprihatinan. Apakah kelu­arga benar-benar tidak memperhatikan? Tidak selalu demikian. Hal ini senantiasa menjadi masa­lah bahwa ada perbedaan dalam nilai-nilai, khu-susnya jika keluarga berasal dari latar belakang sosioekonomikatau etnis yang berbeda. Padahal, perawat merasa bahwa kesehatan seharusnya menjadi prioritas tertinggi, dan kebutuhan dasar psikologis serta keselamatan bagi keamanan eko-nomi.rumah yang layak huni, dan makanan yang cukyp seperti ini bagi keluarga-keluarga semacam itu memiliki urgensi yang lebih besar. Banyak sekali praktik dalam bidang kesehatan (rtiis., nu-trisi yang direncanakan secara hati-hati, kebersih-an. perawatan kesehatan preventif).
Dengan demi-kian, apa yang perawat pandang sebagai apatis benar-benar merupakan lanjutan dari pengalaman hidup keluarga dan perbedaan dalam nilai-nilai. Perawat yang soring dihadapkan dengan tugas-tugas untuk mencoba menolong keluarga dalam upaya memperoleh kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar, sehingga mereka dapat mena-ngani perbaikan kesehatan mereka sendiri.
Bahkan tugas pendidikan lebih sulit jika ja-ringan kerja sosial keluarga atau sistem sosial (kerabat. teman-teman dan tetangga) tidak mendu-kung tindakan kesehatan yang diperlukan« Beberapa riset menunjukan bahwa jika anggota suatu kelompok mengadopsi praktik-praktik barn yang'' saling mendukung satusama lain, maka kemung-kinan perubahan perilaku akan lebih besar. Ber-dasarkan pemahaman ini, banyak terapeutik dari kelompok bantuan mandiri yang telah terbentuk untuk membantu para anggota keluarga menga­dopsi pola-pola perilaku yang barn (mis., Alcoho­lic Anonymous, Parent Anonymous, Weight Watchers, Colostomy Club, Reach for Recovery., kelompok-kelompok psikoterapi).

Apatis, Keputusaan/dan Kegagalan
Di samping perbedaan nilai, apatis juga boleh jadi hasil suatu perasaan putus asa—suatu keyakinan bahwa apa saja yang dikerjakan oleh keluarga tidak akan menjadi masalah atau fatalisme—pera­saan bahwa "Apa yang akan terjadi, terjadilah." Fatalisme merupakan. suatu paham sentral di kalangan kaum miskin dan kaiim tidak berdaya. Masalah-masalah tersebut mungkin terialu berat bagi individu-mdividu 'untuk mereka tahu dari mana mereka hams mulai. Dengan memecahkan suatu tugas menjadi tugas-tugas yang lebih kecil, yaitu dengan langkah-langkah yang bemmtan, mungkin cara ini dapat membantu sebuah keluarga maju terns ke arah suatu tujuan secara sukses yang mulanya nampak ddak bisa diatasi. Mungkin ha­ms diingat bahwa mencoba tidak m6nyelesaikan suatu tujuan merupakan Suatu cara yang lazim untuk koping terhadap "menyelamatkan muka/' karena cara ini menghindari rasa malu akibat kegagalan

Apatis dan Kegagalan.
Penjelasan kedua .perilaku apatis pada sisi keluarga adalah. bahwa ; anggota keluarga merasa adanya kegagalan men" capai efekti vitas dan tersedianya pelayanan. "Jadi Saya menderita kanker? Takada yang bisa dilaku-kan bila mereka benar-benar! menemukannya!" Tanpa suatu persepsi. bahwa penanganan yang efektif dan yang dapat diterapkan benar-benar ada, klien tidak akan mencari pelayanan perawatan kesehatan (Becker, 1972). Perawat yang berpusat pada keluarga periu meneliti situasi di mana apatis tersebut berada dan mencoba menentukan apa yg sedang terjadi. Apakah informasi yang salah tentang masalah, atau keuangan, atau tentang .najemen sumber-sumber dalam keluarga, atau•asaan takut yang beriebihan.

Ketidaktegasann.
DYER (1973)) menggambarkan, ketidaktegasan sebagai bidang perilaku yang ketiga, yang ditemukan oleh perawat di dalam komunitas sebagai suatu masalah. Dalam hal ini, keluarga nampaknya tidak apatis, tapi juga tidak tegas. Apa yang menyebabkan jenis perilaku ini? Dyer mengklasifikasi beberapa di antaranya. Per-tama ketidaktegasan diakibatkan oleh ketidak," mampuan melihat kelebihan dari suatu tindakan terhadap suatu tindakan lain. Apa yang dikerjakan, keuntungan dan kemgian nampaknya sama saja. Dalam hal ini perawat periu membantu keluarga memecahkan masalah menggali berbagai tindakan pro dan kontra, di samping perasaan anggota kelu­arga.
Diharapkan proses ini menghasilkan suatu pendekatan yang dapat memperoleh superioritas dalam pikiran anggota keluarga sehingga mereka bisa,ambil tindakan., Beberapa klien yang matian-matian mengmginkan saran langsung tentang apa yang hams dikerjakan. Pertimbangan yang sangat hati-hati periu diberikan atas permintaan mereka. Kadang-kadang ketergantungan sementara, mem-pakain kesempatan yang paling baik, tapi umum-ny a pendekatan ini hanya mampu memecah.kan masalah tertentu, dan sementara itu keluarga tidak meiripelajari bagaimana mengkopmg masalah berikutnya secara mandiri. Menjadi seorang i-ndi-vidu sumber pendukung merupakan peran yang lebih disenangi.
Ketidaktegasan mungkin juga merupakan aki bat dari perasaan takut dan masalah-masalah yang tidak diekspresikan.Ansietas dan takut yangjela tidak mampu memobilisasi kemampuan memecahkan masalah.
Pengambilan keputusan secara de-facto (membiarkan hal-hal terjadi) boleh jadi merupakan bagian dari gaya hidup keluarga. Jenis pengambilan keputosan ini terbukti menonjol dalam keluarga yang tercerai berai dan keluarga miskin

EVALUASI
Komponen ke lima dari proses keperawatan ada-lah evaluasi. Evaluasi didasarkari pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Keefek-tifan ditentukan dengan melihat respons keluarga dan hasil (bagaimana keluarga memberikan res­pons), bukan intervensi-intervensi yang dimplementasikain Sekali lagi evaluasi mempakan suatu upaya bersama antara perawat dan keluarga.
Meskipun evaluasi dengan pendekatan ter-pusat pada klien paling relevan, sering kali mem-buat frustrasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat kriteria objektif untuk hasil yang dikehendaki dan karena faktor-faktor di luar inter­vensi-intervensi terencana yang mengintervensi dan mempengaruhi hasil keluarga/klien. Karena faktor-faktor semacam itu, seorang tidak pernah bisa melihat kemanjuran dari intervensi kepera­watan secarajelas dan "murni."
Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Jika secarajelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik, maka hal ini dapat berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat efektivitas yang telah dicapai. Bahkari dalam beberapa cohtoh, mungkin perlu mengembangkan kriteria yang lebih spesifik bagi evaluasi tujuan. Misalnya, tujuannya, "Keluarga akan mengupaya" kan perawatan medis bagi bayinya yang sakit," mungkin Sebih membutuhkan kriteria yang lebih spesifik untuk memlai apakah tujuannya telah di­capai. Kriteria untuk evaluasi boleh jadi meiiputi fakta bahwa keluarga telah ditangani oleh seorang ahli pedriatik dan bayi yang menderita penyakit. Akan tetapi, dalam banyak kasus, tujuan yang ditulis dalam istilah-istilahkhusus untukmenghm-dari perkembangan kriteria selanjutnya, seperti "Anak akan memperoleh pelayanan diagnosa dan penanganan dari ahli pedriatik dalam jangka waktu 1 hingga 3 hari."
Evaluasi mempakan proses berkesinambung-an yang terjadi setiap kali seorang perawat mem-perbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan dikembangkan dan di-modifikasi, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan-tindakan perawatan tertentu apakah tindakan-tindakan perawatan tersebut benar-benar membantu. Jika respons terhadap intervensi perawatan tidak dievaluasi secara ber-sama-sama, makatindakan perawatan yang efektif akan tetap ada.
Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang perlu difenungkan ketika melakukan evaluasi:
1. Apakah ada Konsensus antara keluarga dan anggota tim perawatan kesehatan lain dalam hal evaluasi?
2. Data tarnbahan apa yang perlu dikumpulkan untuk mengevaluasi perkembangan?
3. Apakah terdapat hasil tersembunyi yang perlu dikembangkan?
4. Jika perilaku dan persepsi keluarga menyata-kan bahwa masalah dimaksud diselesaikan secara tidak memuaskan, maka apa alasan-nya?
5. Apakah diagnosa keperawatan, tujuan-tuju-an, dan pendekatan-pendekatan bersifat realistis dan akurat?
Ada bermacam-macam metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus di-sesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi.

MODIFIKASI
Modifikasi mengikuti perencanaan. evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian dan pengkajian ulang dengan memberikan informasi yang diperoleh dari'pertemuan-pertemuan sebelumnya, dan lalu ditemskan dengan revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan. .
Seringkali, modifikasi ini sulit dilakukan, karena hanya akan mendatangkan frustrasi dan menurunkan egoserta mengakui bahwa evaluasi dan implementasi kita tidak berjalan efektif. Sehingga dalam bekerja dengan keluarga untuk jangka waktu yang lama, serigkali kita hanya meli­hat perolehan hasil yang begitu lambat, atau tidak ada kemampuan sarna sekali—paling tidak pada saat kita bekerja dengan mereka. Dalam hal ini kita perlu yakin bahwajika kita meneruskan penelitian kita untuk mendapat suatu diagnosa yang lebih akurat atau suatu perencanaan yang lebih efektif, kita puriya kesempatan untuk ber-hasil dan sumber-sumber yang perlu dikembang-kan akan setara dengan hasildiperoleh. Akan tetapi, yang paling penting adalah menyimpang dalam benak prinsip-prinsip penentuan diri sen-diri—bahwa keluarga mempunyai hak memutus-kan apa yang terbaik bagi mereka dan membuat keputusan-keputusan menyangkut kesehatan me­reka sendiri.

Jumat, 09 Oktober 2009

Lowongan CPNS Depkes (D-III/DIV/S1/S2) ( registrasi on-line 11 – 14 Oktober 2009)

Departemen Kesehatan RI membuka kesempatan bagi Warga Negara Indonesia lulusan D-III/DIV/S1/S2 untuk diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departemen Kesehatan Tahun 2009 yang akan ditempatkan di Kantor Pusat dan seluruh Unit Pelaksana Teknis milik Departemen Kesehatan di Daerah.

Formasi Penerimaan

* D3 Akuntansi: 65 orang

* D3 Akupunktur: 1 orang

* D3 Analis Kesehatan: 39 orang

* D3 Analis Kimia: 4 orang

* D3 Arsiparis: 1 orang

* D3 Farmasi: 37 orang

* D3 Fisika Medik: 1 orang

* D3 Fisioterapi: 6 orang

* D3 Fisioterapi: 7 orang

* D3 Gizi: 21 orang

* D3 Hyperkes: 1 orang

* D3 Kebidanan: 35 orang

* D3 Keperawatan Gigi: 2 orang

* D3 Keperawatan: 444 orang

* D3 Kesehatan Gigi: 2 orang

* D3 Kesehatan Lingkungan: 61 orang

* D3 Kesehatan Masyarakat: 2 orang

* D3 Keuangan dan Perbankan: 1 orang

* D3 Komputer Akuntansi : 1 orang

* D3 Komputer: 92 orang

* D3 Manajemen Informatika: 2 orang

* D3 Manajemen: 2 orang

* D3 Okupasi Terapi: 8 orang

* D3 Ortotik Prostetik: 11 orang

* D3 Perfilman: 1 orang

* D3 Perpustakaan: 7 orang

* D3 Refraksionis Optis: 4 orang

* D3 Rekam Medik: 25 orang

* D3 Teknik Elektro: 2 orang

* D3 Teknik Elektromedik: 15 orang

* D3 Teknik Gigi: 1 orang

* D3 Teknik Informatika: 3 orang

* D3 Teknik Komputer: 2 orang

* D3 Teknik Radiologi: 18 orang

* D3 Terapi Wicara: 4 orang

* D4 Analis Kesehatan: 28 orang

* D4 Fisioterapi: 10 orang

* D4 Gizi: 9 orang

* D4 Kebidanan: 40 orang

* D4 Keperawatan Medical Bedah : 3 orang

* D4 Keperawatan: 12 orang

* D4 Kesehatan Gigi: 5 orang

* D4 Kesehatan Lingkungan: 5 orang

* D4 Teknik Elektromedik: 12 orang

* D4 TRO: 11 orang

* S1 Administrasi Negara: 4 orang

* S1 Agama Bimbingan & Penyuluhan: 2 orang

* S1 Analis Kimia: 1 orang

* S1 Antropologi: 3 orang

* S1 Bahasa Inggris: 1 orang

* S1 Biologi Biomolekuler: 1 orang

* S1 Biologi: 16 orang

* S1 Desain Komunikasi Visual: 1 orang

* S1 Design Graphis: 2 orang

* S1 Ekonomi Akuntansi: 82 orang

* S1 Ekonomi Manajemen: 10 orang

* S1 Farmasi: 2 orang

* S1 Fisika: 3 orang

* S1 Fisip Hub. Internasional: 2 orang

* S1 Geografi: 2 orang

* S1 Gizi: 16 orang

* S1 Hukum: 22 orang

* S1 Kedokteran Hewan: 1 orang

* S1 Keperawatan: 11 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Administrasi & Kebijakan Kesehatan): 3 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Biostatistik): 5 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Epidemiologi): 9 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Informatika Kesehatan): 1 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Kesehatan Lingkungan): 9 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Kesehatan Reproduksi): 1 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat (Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku): 8 orang

* S1 Kesehatan Masyarakat: 42 orang

* S1 Kimia: 9 orang

* S1 Komputer: 26 orang

* S1 Komunikasi Publisistik: 1 orang

* S1 Komunikasi: 3 orang

* S1 Manajemen Informatika: 1 orang

* S1 Mikrobiologi: 1 orang

* S1 Perpustakaan: 1 orang

* S1 Psikologi: 7 orang

* S1 Sistem Informasi: 1 orang

* S1 Sosiologi: 2 orang

* S1 Tek. Pangan & Gizi: 1 orang

* S1 Teknik Arsitektur Desain Bangunan: 1 orang

* S1 Teknik Elektro Arus Kuat: 1 orang

* S1 Teknik Fisika: 2 orang

* S1 Teknik Informatika: 6 orang

* S1 Teknik Kimia: 2 orang

* S1 Teknik Komputer: 3 orang

* S1 Teknik Lingkungan: 3 orang

* S1 Teknik Sipil Interior: 1 orang

* S1 Teknik Sipil Struktur Konstruksi: 1 orang

* S1 Teknik Sipil: 1 orang

* S1 Teknologi Pangan: 3 orang

* S1 Teknologi Pertanian: 1 orang

* Apoteker: 35 orang

* Dokter Gigi: 12 orang

* Dokter Hewan: 6 orang

* Dokter Umum: 149 orang

* Ners: 63 orang

* S2 Antropologi: 1 orang

* S2 Farmakologi: 1 orang

* S2 Gizi Masyarakat: 1 orang

* S2 Gizi: 1 orang

* S2 Kesehatan Masyarakat: 3 orang

* S2 Kimia: 1 orang

* S2 Mikrobiologi: 1 orang

* S2 Parasit: 1 orang

* S2 Psikologi Industri: 1 orang

* S2 Psikologi Klinis: 7 orang

* S2 Psikologi Terapan: 2 orang

* S2 Teknologi Pangan: 1 orang

Persyaratan Khusus

* Bagi pelamar yang mendaftar untuk mengisi formasi Dokter/Dokter Gigi :

o Memiliki STR sebagai Dokter/Dokter Gigi.

o Tidak berstatus sebagai peserta PPDS.

o Prioritas pasca PTT (Pegawai Tidak Tetap).

* Pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat dan Non Kesehatan (Ilmu Komputer, Ekonomi dan lain-lain) melampirkan foto copy Transkrip yang mencantumkan peminatan atau Surat Keterangan yang menyatakan program studi/peminatan/jurusan dari institusi.

* Peminatan formasi pendidikan S2 harus melampirkan ijazah D-IV/S1 yang sejalur/sesuai dengan program studi.

* Peminatan pada Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk formasi pendidikan D-III Kesehatan Lingkungan dan S1 Kesehatan Masyarakat hanya untuk Pria.

Jadwal Kegiatan

* Pendaftaran registrasi on-line 11 – 14 Oktober 2009

* Pengiriman berkas ke PO Box propinsi peminatan 11 – 22 Oktober 2009

* Pengumuman Kelulusan Seleksi Administrasi 26 Oktober 2009

* Pengambilan Kartu Peserta Ujian di Propinsi Peminatan 27 - 29 Oktober 2009

* Pelaksanaan Ujian Tulis 31 Oktober 2009

* Pengumuman Kelulusan Ujian Tulis 14 Nopember 2009

* Daftar ulang secara on-line bagi peserta yang lulus Ujian Seleksi 15 - 17 Nopember 2009

* Pemberkasan di Unit Kerja Peminatan 19 – 30 Nopember 2009

Registrasi On-line

* Pendaftaran pelamar dilaksanakan secara on-line melalui website kepegawaian Depkes (link terlampir di akhir artikel ini) mulai tanggal 11 s/d 14 Oktober 2009.

* Melakukan registrasi on-line yang dapat diakses dalam website dengan memperhatikan langkah-langkah pengisian secara cermat dan hati-hati. Kesalahan pengisian sehingga terjadi ketidaksesuaian dengan dokumen pendukung mengakibatkan ketidaklulusan proses seleksi administrasi.

* Setiap pelamar hanya diperkenankan mendaftar pada 1 (satu) peminatan unit kerja dan tidak diperkenankan untuk mengubah pilihan peminatan yang sudah didaftarkan.

* Mencetak hasil registrasi on-line, menempel 1 (satu) lembar pas foto berwarna yang terbaru ukuran 4 x 6 dan menandatangani print out registrasi on-line tersebut.

* Registrasi on-line baru akan diproses setelah berkas lamaran diterima Panitia melalui PO Box di propinsi peminatan.

Jika Anda berminat dan memenuhi kualifikasi diatas silahkan download informasi selengkapnya di link pertama berikut ini terlebih dahulu (karena pengumuman di situs Depkes agak sulit diakses) sebelum melakukan pendaftaran dari link kedua (buka link pendaftaran dengan Internet Explorer)

1. http://www.4shared.com/file/137948341/8ea01912/cpnsdepkes2009.html

2. http://www.ropeg-depkes.or.id/index.php

About Me.....

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Praktisi keperawatan di Dinas Kesehatan Kota Semarang,dosen keperawatan,Clinical Instructure,dan saat ini diberi amanah memimpin PPNI KOTA SEMARANG dan Anggota Bidang Hukum Organisasi & Politik PPNI JAWA TENGAH serta sebagai Sekretaris Uji Kompetensi Perawat MTKP Jawa Tengah. Situs ini dibuat agar bisa memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat. Silahkan untuk didownload dengan menyertakan link-nya.