TUJUAN PEMBELAJARAN :
Setelah menyelesaikan topik ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan konsep dan definisi hubungan sosial & menarik diri
2. Menganalisa faktor predisposisi dan presipitasi gangguan hubungan sosial : menarik diri
3. Mengkaji gangguan hubungan sosial : menarik diri
4. Mendiagnosa keperawatan
5. Merencanakan intervensi keperawatan
6. Melaksanakan intervensi keperawatan
7. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
A. PENDAHULUAN
Setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan, yaitu dari hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu sebagai makluk sosial terlibat secara aktif dalam proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respons lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama, hubungan timbal balik yang sinkron ( Stuart dan Sundeen, 1995, hal.518 ). Peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung (dependen) dan mandiri (indenpenden), artinya suatu saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respons lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain ( tidak percaya pada orang lain ).
B. PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam
proses hubungan diawali dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan mandiri).
Gambar 1. Rentang respons sosial
RESPONS ADAPTIF RESPONS MALADAPTIF
Solitut
Otonomi
Kebersamaan
Saling ketergantungan Kesepian
Menarik diri
Ketergantungan Manipulasi
Impulsif
Narkisisme
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal dimulai dari :
1. Masa bayi
Pada masa bayi ini penting untuk menetapkan landasan rasa percaya diri, terlihat pada bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Komunikasi sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya, misalnya : menangis. Menurut Ericson bahwa respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respons/perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain. Dan menurut haber, dkk. (1987) bahwa kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
2. Masa pra sekolah
Anak pra sekolah akan belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab dan hati nurani. Ini terlihat dalam memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan keluarga khususnya ibu (pengasuh). Anak akan menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Menurut Haber, dkk. (1987) bahwa kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah.
3. Masa sekolah
Anak sekolah mulai belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi. Ini dimulai dari mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Komflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa diluar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Menurut Haber, dkk. (1987) bahwa kegagalan dalam membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
4. Masa remaja
Dimulai dari anak pra remaja dalam hubungannya menjadi intim dengan teman sebaya sesama jenis kelamin, kemudian berkembang menjadi anak remaja dalam hubungannya sudah menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak tergantung pada orang tua.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman sebaya dan lawan jenis dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.
5. Masa dewasa muda
Pada usia ini menjadi saling tergantung dengan orangtua & teman, menikah, dan mempunyai anak. Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain, seperti : memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.
6. Masa dewasa tengah
Pada usia dewasa tengah ini mampu belajar menerima. Umumnya sudah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya yang telah menikah. Jika individu telah menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen. Perkembangan hubungan yang baik akan mengembangkan hubungan itu sendiri dan mendapat dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
7. Masa dewasa lanjut
Pada usia dewasa tua atau lanjut akan mengalami perasaan berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya. Pada proses kehilangan seperti : fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (kematian orang tua). Usia dewasa lanjut tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain, dan mempunyai perkembangan baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan di usia ini untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupannya serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu, dan terjadi sepanjang daur kehidupan akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
C. GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL : MENARIK DIRI
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Rawlins, 1993, hal.336 ). Perilaku yang teramati pada respons sosial maladaptif mewakili upaya individu untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman. Seringkali respons yang terjadi seperti manipulasi, narkisisme, dan impulsif.
Tabel 1 : Perilaku yang berhubungan dengan respons sosial maladaptif
PERILAKU & KARAKTERISTIK
Manipulasi
- Orang lain diperlakukan seperti objek
- Hubungan terpusat pada masalah pengendalian
- Individu berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
Narkisisme
- Harga diri yang rapuh
- Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian
- Sikap egosentris
- Pencemburu
Impulsif
- Tidak mampu merencakan sesuatu
- Tidak mampu belajar dari pengalaman
- Penilaian yang buruk
- Tidak dapat diandalkan
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor perkembangan yang terjadi adalah kegagalan individu sehingga menjadi tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini akan dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
E. FAKTOR PRESIPITASI
Berbagai faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal, tapi belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor seperti :
1. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang diuraikan diatas akan mencetuskan sesorang sehingga mempunyai masalah respons sosial maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu, tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua, norma keluarga tidak mendukung hubungan dengan pihak luar, peran keluarga tidak jelas, orang tua pencandu alkohol dan penganiayaan anak.
2. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respons sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibat neurotranmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih lanjut.
3. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain; atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti : lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
F. PENGKAJIAN
Pada pengkajian klien dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri melalui observasi (data objektif) dan komunikasi (data subjektif). Dalam keadaan klien menolak untuk berkomunikasi, maka akan sukar didapat data subjektif. Mungkin klien akan menjawab pertanyaan kita dengan singkat seperti : tidak, ya , tidak tahu. Pengkajian diarahkan pada perilaku menarik diri, faktor pencetus, stresor pencetus, sumber koping, dan mekanisme koping.
Secara objektif dapat ditemukan data seperti :
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindari dari orang lain (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dari orang lain : pada saat makan.
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat.
4. Tidak ada kontak mata. Klien lebih sering menunduk
5. Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
Masalah Keperawatan :
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan harga diri : harga diri rendah
3. Risiko perubahan sensori persepsi
G. POHON MASALAH
Risiko perubahan sensori persepsi
Isolasi social : menarik diri
Gangguan harga diri : harga diri rendah
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
“ Risiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri ”
2. Tujuan umum :
Tidak terjadi perubahan sensori persepsi
3. Tujuan khusus :
(1) membina hubungan saling percaya
(2) menyebutkan penyebab menarik diri
(3) menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
(4) melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat; klien-perawat-klien/perawat; klien-kelompok; klien-keluarga.
(5) Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
(6) Memberdayakan sistem pendukung
(7) Menggunakan obat dengan benar dan tepat
4. Tindakan keperawatan
(1.1) Bina hubungan saling percaya :
- salam terapeutik
- perkenalkan diri
- jelaskan tujuan interaksi
- ciptakan lingkungan yang tenang
- buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik, tempat, waktu)
(1.2) Berikan perhatian dan perhargaan :
- temani klien walau klien tidak menjawab
- katakan “saya akan duduk disamping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”
- jika klien menatap perawat katakan “ada yang ingin anda katakan”
(1.3) Dengarkan klien dengan empati :
- berikan kesempatan bicara (jangan diburu-buru)
- tunjukan perawat mengikuti pembicaraan klien
(2.1) Bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin bergaul dengan orang lain
(2.2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
(3.1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
(3.2) Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul
(4.1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin perawat yang sama)
(4.2) Motivasi/temani klien untuk berinteraksi/berkenalan dengan klien/perawat lain. Beri contoh cara berkenalan.
(4.3) Tingkatkan interaksi klien secara bertahap ( satu klien, dua klien, satu perawat, dua perawat, dan seterusnya )
(4.4) Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok : sosialisasi
(4.5) Bantu klien melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari dengan interaksi
(4.6) Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
(5.1) Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
(5.2) Beri pujian akan keberhasilan klien
(6.1) Berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan individu secara rutin dan pertemuan keluarga
(7.1) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, dosis, cara, waktu, klien)
(7.2) Anjurkan klien membicarakan efek atau efek samping obat yang dirasakan.
J. HASIL AKHIR YANG DIHARAPKAN
Pada klien :
1. tidak terjadi perubahan sensori persepsi
2. klien mengetahui penyababnya
3. klien mengetahui keuntungan berinteraksi
4. klien mampu berinteraksi dengan orang lain
Pada keluarga :
1. keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik
2. keluarga mampu mengurangi penyebab klien menarik diri
DAFTAR PUSTAKA
1. Shives, L.R. (1998). Basic Concepts of Psychiatrik-Mental Health Nursing. Fourth Edition. Philadelphia : J.B. Lippincott Company.
2. Stuart, G.W., & Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book.
3. Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (1998). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Sixth Edition. St. Louis : Mosby Year Book.
4. Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me.....
- Ners Harmoko
- Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
- Praktisi keperawatan di Dinas Kesehatan Kota Semarang,dosen keperawatan,Clinical Instructure,dan saat ini diberi amanah memimpin PPNI KOTA SEMARANG dan Anggota Bidang Hukum Organisasi & Politik PPNI JAWA TENGAH serta sebagai Sekretaris Uji Kompetensi Perawat MTKP Jawa Tengah. Situs ini dibuat agar bisa memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat. Silahkan untuk didownload dengan menyertakan link-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar