Aspek Hukum Kesehatan dan Keperawatan
Hukum
kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada
pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum
administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 36 tahun 2009).
Hukum
kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan
pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum
pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).
Hukum kesehatan ini lebih luas dari pada hukum kedokteran atau hukum perawatan.
- Perlunya Undang-Undang Kesehatan
Mengapa perlunya undang-undang kesehatan, hal ini di sebabkan oleh :
ü Kesehatan-kesejahteraan merupakan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
ü Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan sumber
daya manusia yang merupakan modal pembangunan nasional;
ü Perlunya penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu;
ü Perundang-undangan yang ada tidak sesuai lagi.
Undang-Undang praktik Keperawatan
Ada
beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar
dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga
memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi
luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu,
Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat,
profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang
seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian
interprofesional (WHO, 2002).
Sebelum
membahas lebih dalam tentang undang- undang praktik keperawatan mari
kita mengulas secara singkat beberapa undang- undang yang ada di
indonesia yang berkaitan peraktik keperawatan.
UU
No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran
dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan
sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker,
dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah
usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan
keperawatan seperti sekarang ini.
UU
Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah
selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan
sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
Dalam
SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis
menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan)
dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu
dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk
katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
Dalam
Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat
suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan
bidan.
Surat
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan
perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya.
UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan
profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik,
hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23
tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik
Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa
ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan
peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa
tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan
sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4
menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hokum bagi tenaga
kesehatan (Jahmono, 1993).
- PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.
Dalam
peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei,
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya
Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
1) Keperawatan
sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok
pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk
menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang
memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian
terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap
tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir
seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri
dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan
yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu,
keluarga,kelompok dan komunitas).
2) Kewenangan
penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari
dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar
menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang
dilakukannya. Kewenangan yang
dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat
tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh
karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi
yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan
melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena
Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang
Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan
melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan
praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang
dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi
ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik
keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai
standar.
3) Perawat
telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan.
Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa
terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya
belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung
menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi,
berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh
etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup
profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai
pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas,
efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan
kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4) Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan
pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat
yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu,
masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau,
pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
- Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat
telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan
kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan
hukum, bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan
kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini
masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan
pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat
yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan
masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh
karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup
besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat
spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar
program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
- Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :
Tujuan utama
· Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawa
Ø Tujuan Khusus
· Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
· Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
· Menetapkan standar pelayanan keperawatan
· Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
· Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
· Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar